Di tengah hiruk pikuk kota Solo yang kian modern, di sebuah gang kecil yang nyaris tak terlihat dari jalan utama, berdirilah sebuah warung kopi sederhana. Tidak ada merek, tidak ada spanduk, hanya papan kayu kecil bertuliskan “Kopi Gratis”. Di balik warung itu ada sosok bernama Pak Herman, pria berusia 59 tahun yang telah membagikan lebih dari 10.000 cangkir kopi gratis kepada siapa pun yang datang — terutama tukang becak, mg4d pemulung, sopir ojek, dan siapa saja yang kesepian atau lelah menjalani hidup.
Tapi apa yang membuat kisah Pak Herman layak menjadi sorotan bukanlah jumlah kopi yang ia sajikan, melainkan tujuan mulianya: membantu orang-orang yang sedang berada di titik terendah hidupnya — lewat segelas kopi dan obrolan hangat.
Mengharukan: Ditinggal Anak Istri, Hampir Bunuh Diri
Beberapa tahun lalu, Pak Herman adalah seorang manajer di perusahaan swasta. Gaji tinggi, rumah besar, mobil bagus. Tapi satu tragedi mengubah segalanya. Istri dan anak semata wayangnya meninggal dalam kecelakaan mobil saat hendak menjemputnya dari kantor. Hari itu, dunia Pak Herman runtuh.
“Setiap pagi saya bangun berharap itu cuma mimpi. Tapi nyatanya, saya sendirian,” katanya pelan. Ia mulai menarik diri dari dunia. Ia berhenti bekerja, menjual rumah, dan bahkan sempat berniat bunuh diri.
Namun, di malam terendah hidupnya, ia berjalan tanpa tujuan ke stasiun Solo Balapan. Di sana ia duduk di bangku panjang dan melihat seorang tukang becak tua berbagi roti dengan seorang pengamen. Mereka berbagi tawa, meski hidup mereka keras.
“Saat itu saya sadar, saya belum selesai. Saya masih bisa melakukan sesuatu. Bukan untuk diri saya, tapi untuk orang lain,” ujar Pak Herman.
Menggugah: Segelas Kopi dan Telinga yang Mau Mendengar
Dari momen kesadaran itu, Pak Herman memulai warung kecilnya. Ia menyewa ruang sempit di pinggir jalan dekat pasar, membeli termos air panas, beberapa cangkir, dan kopi sachet. Ia menulis dengan tangan sendiri di sebuah papan kayu: “Kopi Gratis — Duduklah Jika Kamu Butuh Didengar.”
Warung itu bukan sekadar tempat minum kopi. Itu adalah ruang aman. Tempat para tukang parkir yang sedang putus asa bisa bicara. Tempat ibu rumah tangga yang stres bisa menangis. Tempat remaja yang nyaris bunuh diri bisa mendengar bahwa mereka tidak sendiri.
“Saya bukan psikolog. Tapi saya tahu rasanya tidak punya siapa-siapa. Kadang yang kita butuh cuma satu orang yang mau dengar, tanpa menghakimi,” ucap Pak Herman.
Menginspirasi: Gerakan Sosial yang Menyebar
Dari satu warung kecil itu, gerakan mulai menyebar. Beberapa pengunjung yang merasa terbantu mulai ikut menyumbang kopi dan gula. Seorang barista muda bahkan mengajarkan Pak Herman teknik menyeduh kopi manual brew.
Komunitas relawan muncul. Anak-anak muda datang tiap malam Sabtu membawa gitar, menghibur dan membuka sesi curhat santai. Mereka menamai gerakan ini: #NgopiBarengPakHerman.
Bahkan ada yang menyebut warung itu sebagai “Ruang Konseling Paling Hangat di Solo“. Bukan karena fasilitasnya, tapi karena keikhlasannya.
Menghebohkan: Viral, Ditawari Sponsor, Tapi Tetap Sederhana
Pada 2024, salah satu video TikTok tentang Pak Herman yang sedang menuangkan kopi untuk seorang pemulung menjadi viral — ditonton lebih dari 12 juta kali dalam seminggu.
Banyak brand kopi besar menawarkan sponsorship, tapi Pak Herman menolak semua. “Kalau saya terima sponsor dan mulai jualan, ruhnya hilang. Ini bukan tentang bisnis. Ini tentang jiwa,” katanya tegas.
Sebagai gantinya, ia membuka rekening donasi untuk operasional warung. Uang yang masuk cukup untuk menyajikan ratusan cangkir kopi setiap minggu, membeli biskuit, dan bahkan membiayai pemeriksaan kesehatan gratis sebulan sekali bagi pengunjung tetapnya.
Testimoni: Kopi yang Menyelamatkan Nyawa
Banyak kisah datang dari orang-orang yang merasa hidupnya berubah karena warung itu.
Seorang tukang bangunan berkata, “Saya sempat mau gantung diri karena gagal bayar utang. Tapi malam itu saya duduk di warung Pak Herman. Dia cuma dengar, terus bilang, ‘Besok kita cari solusi bareng, ya.’ Dan saya batalin niat buruk saya.”
Seorang mahasiswa bercerita bahwa ia hampir putus kuliah karena depresi. Tapi setiap Jumat malam, ia datang dan ngobrol dengan Pak Herman. “Obrolan itu yang bikin saya kuat. Saya lulus kuliah karena beliau,” katanya.
Penutup: Kebaikan Tak Harus Mahal
Kisah Pak Herman adalah bukti bahwa kebaikan bisa sesederhana segelas kopi dan telinga yang mendengar. Bahwa siapa pun bisa menjadi penyelamat orang lain — bahkan dalam bentuk paling sederhana.
MG4D:
- Mengharukan, karena kisah Pak Herman lahir dari luka yang dalam.
- Menggugah, karena ia menunjukkan bahwa bahkan orang yang patah bisa menjadi penopang.
- Menginspirasi, karena dari rasa kehilangan, ia menciptakan ruang harapan.
- Menghebohkan, karena gerakannya menembus batas sosial dan viral secara nasional.
“Saya tidak bisa mengembalikan istri dan anak saya,” kata Pak Herman suatu malam,
“tapi mungkin, saya bisa membantu orang lain menjaga hidup mereka tetap bernyawa.”
Dan di setiap cangkir kopi yang ia sajikan, ada pesan yang tak terucap:
Bahwa hidup ini tidak harus sempurna untuk bisa berarti. Bahwa bahkan luka terdalam pun bisa menjadi sumber cahaya — jika kita mau membaginya dengan ikhlas.